Kontroversi Cukai Tiket Konser: Industri Musik Indonesia Terbebani?

2024-07-31 | Agung Wijaya | 251 News
Kontroversi Cukai Tiket Konser: Industri Musik Indonesia Terbebani?

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Menyayangkan Wacana Cukai Tiket Konser

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) mengungkapkan keprihatinannya terkait rencana pengenaan cukai pada tiket konser. Menurut mereka, alih-alih mendukung ekosistem musik yang tengah dibangun, rencana ini justru membebani industri musik sebagai sumber pendapatan negara. Penetapan cukai seharusnya didasarkan pada penilaian obyektif, bukan subyektif.

Polemik Ekstensifikasi Barang Kena Cukai

Isu ini pertama kali mencuat melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), yang mempertimbangkan pengenaan cukai pada tiket konser musik. Wacana ini segera menimbulkan polemik di masyarakat.

Sandiaga Uno: Kebijakan Perlu Berdasarkan Pemodelan Ekonomi

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga S Uno, menyatakan bahwa pemerintah perlu menggunakan pemodelan ekonomi dalam menetapkan kebijakan, termasuk pengenaan cukai tiket konser. Menurut Sandiaga, rata-rata harga tiket konser di Indonesia sudah lebih tinggi dibandingkan dengan negara lain.

"Berapa, sih, yang ditarget dari cukai untuk tiket konser ini? Sebab, narasi yang kita mainkan ke luar negeri adalah kita berdaya saing. Tiket konser kita sekarang jauh lebih mahal daripada negara-negara lain dan pengelolaan dari ekosistem juga belum efisien," ujar Sandiaga pada konferensi pers di Jakarta, Senin (29/7/2024).

Sandiaga juga mengingatkan bahwa pengenaan cukai pada tiket konser bisa mengurangi pengeluaran wisatawan mancanegara sekitar $1.500 per orang, yang setara dengan Rp 24,4 juta dengan kurs Rp 16.286 per dollar AS. Ia menekankan pentingnya mempertimbangkan biaya dan manfaat (cost and benefit) dari setiap kebijakan.

Ruang Fiskal dan Dampaknya pada Pariwisata

Sandiaga mengakui bahwa Indonesia membutuhkan ruang fiskal yang lebih luas, namun menilai bahwa pengenaan cukai tiket konser saat ini kurang tepat. "Saya melihat memang kita terkadang 'menembak' kaki kita sendiri. Kita lagi bangun di satu sisi, kita kirim narasi negatif pada sisi lain," ujarnya.

Presiden Joko Widodo saat ini tengah menata ekosistem konser dengan layanan digitalisasi untuk meningkatkan daya saing. Rencana ini juga melibatkan Gelora Bung Karno yang diusulkan sebagai proyek strategis nasional karena menjadi lokasi utama pergelaran konser.

Keluhan Pelaku Industri Musik

Pelaku industri musik mengeluhkan beban pajak yang sudah besar dan menganggap wacana cukai tiket konser sebagai tambahan beban yang tidak perlu. "Ini ibarat lagi semangat-semangatnya, dilempari air es dingin yang memadamkan semangat mereka," kata Sandiaga.

Pernyataan DJBC Kemenkeu dan Tanggapan Industri

Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai, Nirwala Dwi Heriyanto, menjelaskan bahwa isu ekstensifikasi cukai disampaikan dalam kuliah umum pada ruang lingkup akademik. "Sifat kebijakan ekstensifikasi tersebut masih usulan-usulan dari berbagai pihak, belum masuk kajian, dan juga dalam rangka untuk mendapatkan masukan dari kalangan akademisi," katanya.

Kriteria Barang Kena Cukai

Kriteria barang yang dikenakan cukai diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas UU No 11/1995 tentang Cukai. Hingga kini, barang yang dikenakan cukai mencakup tiga jenis: etil alkohol atau etanol, minuman mengandung etil alkohol, dan hasil tembakau.

Pendapat Ahli Ekonomi: Penilaian Obyektif Diperlukan

Kepala Center of Industry, Trade, and Investment Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Andry Satrio Nugroho, menyatakan tidak ada urgensi untuk menerapkan cukai pada tiket konser. "Cukai itu sendiri untuk mengurangi konsumsi terhadap barang tersebut, di mana barang tersebut menghasilkan dampak negatif," kata Andry.

Menurut Andry, penyelenggaraan konser dapat meningkatkan pariwisata dan menghasilkan efek pengganda (multiplier effect). Namun, wacana cukai tiket konser justru memberatkan promotor konser dan menjadi kontradiktif. "Ini harus didorong sebetulnya, bukan alih-alih memberi cukai," ujar Andry.

Pajak "Kenikmatan" yang Kontroversial

Pajak "kenikmatan" dianggap tidak tepat sebagai landasan pengenaan cukai. Kenikmatan bersifat subyektif dan tidak bisa ditakar secara obyektif, berbeda dengan cukai pada rokok dan alkohol yang berdampak negatif.

Dukungan Insentif untuk Industri Konser

Direktur Indef, Esther Sri Astuti, menambahkan bahwa yang lebih tepat dikenakan pajak adalah pajak penghasilan perusahaan (PPh Badan) atau pajak penjualan tiket berupa Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Menurutnya, pemberian cukai biasanya untuk mengatur perilaku, bukan membebani industri yang sedang berkembang.

Dengan mempertimbangkan berbagai pandangan ini, diharapkan pemerintah dapat membuat keputusan yang mendukung perkembangan industri musik dan pariwisata di Indonesia tanpa membebani secara berlebihan.

Post Tags: berita Event musik konser cukai


Artikel Terkait

Peluncuran Resmi WIES 2025 oleh Menparekraf di Sumatera Barat

News

Peluncuran Resmi WIES 2025 oleh Menparekraf di Sumatera Barat

admin

Jika Anda Butuh Informasi Lebih, Silahkan Chat Kami.

Whatsapp